Kecurangan developer terhadap pajak properti

Kecurangan pajak properti menjadi masalah yang sering terjadi secara berulang-ulang. Permasalahan ini terus terjadi karena perangkat pengawasan masih 'berlubang'.
Sebenarnya ketentuan untuk pajak transaksi properti adalah bahwa harga bisa menggunakan harga transaksi pasar properti atau harga NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) jika tidak diketahui harga pasaran yang wajar.
Nilai transaksi pasti berbeda dengan NJOP di mana NJOP hanya menghitung harga tanah sesuai pasaran dan harga bangunan sesuai dengan bahan bangunan dan upah pekerja yang digunakan.
Permasalahan saat ini developer properti membantah pelaporan pajak properti menggunakan dasar NJOP. Developer mengaku sudah menggunakan harga pasar yang nilainya lebih tinggi.
Sedangkan nilai transaksi, memasukkan unsur keuntungan developer dan emotional price. Unsur emotional price ini mendongkrak harga properti melebihi nilai tanah dan bangunannya.
Contohnya transaksi se-kavling tanah di kawasan SCBD, Jakarta Selatan seluas 9.700 meter dijual pada harga Rp 193 juta per meter. Jauh melampaui NJOP, bahkan nilai taksiran appraisal swasta yang menilai di kisaran Rp.112 juta per meter.
Bukti konkret penggunaan NJOP untuk penghitungan pajak transaksi muncul dari developer di Depok dan Semarang.
Dalam sidang kasus simulator SIM (18/06/2013), di mana ada penjualan rumah mewah oleh developer kepada terdakwa, seharga Rp 7,1 milyar di Semarang. Namun di akta notaris, hanya tertulis Rp 940 juta atau ada selisih harga Rp 6,1 milyar.
Atas transaksi ini, ada potensi PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang harus disetor 10 persen dikali Rp 6,1 milyar atau Rp 610 juta. Kekurangan lain PPh (Pajak Penghasilan) final sebesar 5 persen dikalikan Rp 6,1 milyar atau Rp 300 juta.
Total kekurangan pajak senilai Rp 900 juta. Jika developer ini menjual ratusan unit rumah mewah, kerugian negara bisa mencapai puluhan milyar rupiah dari satu proyek perumahan.
Hal ini membantah pernyataan asosiasi developer bahwa semua developer telah membayar pajak sesuai ketentuan, dan tidak ada developer yang melaporkan transaksi senilai NJOP.
Bagi developer mustahil kalau tidak tahu harga pasaran properti karena ini core business perusahaan. Penggunaan nilai NJOP untuk transaksi developer, bukan karena ketidaktahuan aturan pajak, namun tindakan kriminal menyembunyikan nilai omzet untuk penghindaran pajak (tax evasion). Kejadian ini tidak hanya developer di Semarang. Kasus seperti ini juga terjadi di Depok.
Terdakwa simulator SIM juga membeli rumah seharga Rp 2,65 milyar. Namun di akta jual beli hanya tertulis Rp 784 juta atau ada selisih Rp 1,9 milyar. Potensi PPN yang belum disetor adalah 10 persen dikali Rp 1,9 milyar atau Rp 190 juta dan PPh final 5 persen dikali Rp 1,9 milyar atau Rp 85 juta. Total pajak kurang dibayar developer sebesar Rp.275 juta dari satu unit rumah saja.
Dengan adanya fakta pengadilan, terbuka kemungkinan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengembangkan kasus pembelian rumah yang dilakukan oleh terdakwa simulator SIM ke arah penyidikan pajak dengan tuduhan penggelapan pajak, mengingat ada usaha untuk menyembunyikan transaksi yang sebenarnya. Dalam hal ini, penjual dapat dikenakan tuduhan penggelapan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 (2) dengan tarif 5% dari nilai transaksi yang bersifat final, sedangkan pembeli dapat dikenakan tuduhan penggelapan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dengan tarif 5% dari nilai transaksi.
Problem lainnya adalah peran makelar properti. Developer biasanya menjual properti dengan harga diskon ke broker properti tanpa akta peralihan hak, hanya kuasa menjual. Sehingga belum terkena pajak, walaupun sudah ada pembayaran dari broker kepada developer.
Proses ini bisa berulang sampai ke beberapa broker, nantinya akta jual beli dibuat pembeli terakhir dengan developer. Lubang hukum juga dengan modus penyewaan properti, umumnya strata title building, dalam jangka panjang antara 75-99 tahun.
Dengan dalih penyewaan, akibatnya tidak ada akta jual beli sehingga pembeli bebas pajak dan developer tidak perlu membayar PPN dan PPh. Padahal setelah 75 tahun, apartemen/rumah susun akan dirobohkan karena sudah tua dan berbahaya.
Ketua umum Asosiasi Real Estat Broker Indonesia (Arebi) Tirta Setiawan mengatakan pemerintah harus segera menciptakan kepastian hukum dalam bisnis broker properti, mengingat kondisinya sudah mengkhawatirkan karena di kalangan broker sudah terjadi "main kayu" (kecurangan).
"Upaya melalui kode etik broker, ternyata tidak membuat 'kekacauan' dalam industri broker properti lantas punah," katanya.
Menghadapi berbagai kecurangan yang dilakukan oleh para penjual maupun pembeli properti guna mengecilkan pajak yang harus dibayar, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak A. Fuad Rahmany berjanji untuk menindak tegas kecurangan tersebut.
"Kita fokus memajaki properti pada akhir semester ini," ujar Dirjen Pajak, A. Fuad Rahmany (27/5/2013). "Saya akan melakukan pemeriksaan berskala besar dan saya akan menyisir semua sektor (termasuk properti)," tegasnya.
Ditulis kembali dari artikel "Tax evasion pajak properti" oleh Anandita Budi Suryana, Pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.
analisis dari sudut pandang etika bisnis: Penghindaran pajak atau perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-hambatan yang terjadi dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas perusahaan maupun negara

sumber:


Korupsi di Indonesia dan Hubungannya dengan Etika Bisnis

Korupsi atau rasuah (bahasa Latincorruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk,rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisimaupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
·         perbuatan melawan hukum,
·         penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana,
·         memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
·         merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah
·         memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
·         penggelapan dalam jabatan,
·         pemerasan dalam jabatan,
·         ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
·         menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuridimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri.  (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.

Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
·         Utilitarian Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
·         Individual Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang lain.
·         Justice Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
Etika bisnis yang harus dipahami dan dilakukan para profesional, antara lain
·         Sebutkan nama lengkap
Dalam situasi berbisnis, mitra sebaiknya menyebutkan nama lengkap saat berkenalan. Namun jika namanya terlalu panjang atau sulit diucapkan, akan lebih baik jika sedikit menyingkat.
·         Berdirilah saat memperkenalkan diri
Berdiri saat mengenalkan diri akan menegaskan kehadiran mitra. Jika kondisinya tidak memungkinkan untuk berdiri, setidaknya mundurkan kursi, dan sedikit membungkuk agar orang lain menilai positif kesopanan motra.
·         Ucapkan terima kasih secukupnya
Dalam percakapan bisnis dengan siapapun, bos atau mitra perusahaan, hanya perlu mengucapkan terima kasih satu atau dua kali. Jika mengatakannya berlebihan, orang lain akan memandang kalau mitranya sangat memerlukannya dan sangat perlu bantuan.
·         Kirim ucapan terima kasih lewat email setelah pertemuan bisnis
Setelah mitra menyelesaikan pertemuan bisnis, kirimkan ucapan terima kasih secara terpisah ke email pribadi rekan bisnis Anda. Pengiriman lewat email sangat disarankan, mengingat waktu tibanya akan lebih cepat.
·         Jangan duduk sambil menyilang kaki
Tak hanya wanita, pria pun senang menyilangkan kakinya saat duduk. Namun dalam kondisi kerja, posisi duduk seperti ini cenderung tidak sopan. Selain itu, posisi duduk seperti ini dapat berdampak negatif pada kesehatan.
·         Tuan rumah yang harus membayar
Jika mengundang rekan bisnis untuk makan di luar, maka sang mitralah yang harus membayar tagihan. Jika sang mitra seorang perempuan, sementara rekan bisnis atau klien, laki-laki, ia tetap harus menolaknya. Dengan mengatakan bahwa perusahaan yang membayarnya, bukan uang pribadi.

Hubungan antara etika bisnis dan korupsi

Hubungan antara etika bisnis dengan korupsi yaitu praktek korupsi yang banyak terjadi  merupakan salah satu dari pelanggaran etika bisnis.Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa praktek korupsi adalah tindakan tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral.
Contoh kasus korupsi

Suap Alih Fungsi Hutan Al Amin Divonis Delapan Tahun Penjara Hakim juga mengharuskan Al Amin membayar denda Rp 250 juta subsider enam bulan penjara.
Senin, 5 Januari 2009
VIVAnews - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis selama delapan tahun penjara terhadap Al Amin Nasution. Al Amin terbukti melakukan tindak pidana korupsi.

"Terbukti melakukan tindak pidana korupsi," kata Ketua Majelis Hakim Edward Pattinasarani saat membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin 5 Januari 2009. Hakim juga mengharuskan Al Amin membayar denda Rp 250 juta subsider enam bulan penjara.
Putusan majelis hakim ini jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Pada Pada 10 Desember 2008, Jaksa Penuntut Umum menuntut Al Amin 15 tahun penjara. Al Amin juga harus membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan serta mengembalikan uang yang dinikmati sebesar Rp 2,957 miliar.

Jaksa menjerat Al Amin dengan Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf e, dan Pasal 11 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal pemerasan bagi Amin Jaksa kenakan pada kasus proyek pengadaan alat komunikasi GPS (Global Positioning System) Departemen Kehutanan
Akil Mochtar tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (2/10/13) bersama dengan anggota DPR, Chairun Nisa, dan seorang pengusaha bernama Cornelis. Dari rumah Akil Mochtar, KPK menyita uang sebesar Rp 3 miliar dan tiga buah mobil mewah miliknya. Uang dan mobil tersebut diduga merupakan uang suap terkait dengan pengurusan sengketa pemilihan kepala daerah di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan di Lebak, Banten.
Kasus suap yang melibatkan petinggi hukum, yakni Akil Mochtar, menimbulkan banyak reaksi, baik dari para pejabat tinggi negara hingga masyarakat. Semua orang seperti tidak menyangka bahwa seseorang yang dianggap sangat mengerti hukum, kemudian melakukan tindakan korupsi. “Ketua Mahkamah Konstitusi seharusnya lebih mengerti tentang hukum, tetapi malah korupsi,” ujar Indah, mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta. Banyak pihak yang menyayangkan tindakan korupsi yang dilakukan oleh Akil Mochtar ini. Rasa kecewa pun muncul dari berbagai kalangan. “Dia (Akil Mochtar) sudah memegang jabatan tinggi, kalau dia saja yang jabatannya tinggi terlibat korupsi, bagaimana dengan bawahannya,” sambung Indah.
Tersandungnya Akil Mochtar dalam kasus suap sengketa pilkada ini, membuat kita paham bahwa korupsi bisa terjadi pada siapa saja, tidak terkecuali bagi orang yang sangat mengerti tentang hukum di Indonesia sekalipun. Oleh karena itu, penegakkan hukum dan sanksi tegas untuk para koruptor perlu diberlakukan tanpa pandang bulu, agar negara Indonesia bisa jauh lebih baik tanpa ada koruptor berkeliaran.


Sumber :