Kecurangan developer terhadap pajak properti
Kecurangan pajak properti menjadi masalah yang sering terjadi
secara berulang-ulang. Permasalahan ini terus terjadi karena perangkat
pengawasan masih 'berlubang'.
Sebenarnya ketentuan untuk pajak transaksi properti
adalah bahwa harga bisa menggunakan harga transaksi pasar properti atau harga
NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) jika tidak diketahui harga pasaran yang wajar.
Nilai transaksi pasti berbeda dengan NJOP di mana NJOP
hanya menghitung harga tanah sesuai pasaran dan harga bangunan sesuai dengan
bahan bangunan dan upah pekerja yang digunakan.
Permasalahan saat ini developer properti membantah
pelaporan pajak properti menggunakan dasar NJOP. Developer mengaku sudah menggunakan
harga pasar yang nilainya lebih tinggi.
Sedangkan nilai transaksi, memasukkan unsur keuntungan
developer dan emotional price. Unsur emotional price ini mendongkrak harga
properti melebihi nilai tanah dan bangunannya.
Contohnya transaksi se-kavling tanah di kawasan SCBD,
Jakarta Selatan seluas 9.700 meter dijual pada harga Rp 193 juta per meter.
Jauh melampaui NJOP, bahkan nilai taksiran appraisal swasta yang menilai di
kisaran Rp.112 juta per meter.
Bukti konkret penggunaan NJOP untuk penghitungan pajak
transaksi muncul dari developer di Depok dan Semarang.
Dalam sidang kasus simulator SIM (18/06/2013), di mana
ada penjualan rumah mewah oleh developer kepada terdakwa, seharga Rp 7,1 milyar
di Semarang. Namun di akta notaris, hanya tertulis Rp 940 juta atau ada selisih
harga Rp 6,1 milyar.
Atas transaksi ini, ada potensi PPN (Pajak Pertambahan
Nilai) yang harus disetor 10 persen dikali Rp 6,1 milyar atau Rp 610 juta.
Kekurangan lain PPh (Pajak Penghasilan) final sebesar 5 persen dikalikan Rp 6,1
milyar atau Rp 300 juta.
Total kekurangan pajak senilai Rp 900 juta. Jika
developer ini menjual ratusan unit rumah mewah, kerugian negara bisa mencapai
puluhan milyar rupiah dari satu proyek perumahan.
Hal ini membantah pernyataan asosiasi developer bahwa
semua developer telah membayar pajak sesuai ketentuan, dan tidak ada developer
yang melaporkan transaksi senilai NJOP.
Bagi developer mustahil kalau tidak tahu harga pasaran
properti karena ini core business perusahaan. Penggunaan nilai NJOP untuk
transaksi developer, bukan karena ketidaktahuan aturan pajak, namun tindakan
kriminal menyembunyikan nilai omzet untuk penghindaran pajak (tax evasion).
Kejadian ini tidak hanya developer di Semarang. Kasus seperti ini juga terjadi
di Depok.
Terdakwa simulator SIM juga membeli rumah seharga Rp
2,65 milyar. Namun di akta jual beli hanya tertulis Rp 784 juta atau ada
selisih Rp 1,9 milyar. Potensi PPN yang belum disetor adalah 10 persen dikali
Rp 1,9 milyar atau Rp 190 juta dan PPh final 5 persen dikali Rp 1,9 milyar atau
Rp 85 juta. Total pajak kurang dibayar developer sebesar Rp.275 juta dari satu
unit rumah saja.
Dengan adanya fakta pengadilan, terbuka kemungkinan
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mengembangkan kasus pembelian rumah yang
dilakukan oleh terdakwa simulator SIM ke arah penyidikan pajak dengan tuduhan
penggelapan pajak, mengingat ada usaha untuk menyembunyikan transaksi yang
sebenarnya. Dalam hal ini, penjual dapat dikenakan tuduhan penggelapan Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 4 (2) dengan tarif 5% dari nilai transaksi yang
bersifat final, sedangkan pembeli dapat dikenakan tuduhan penggelapan Bea
Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dengan tarif 5% dari nilai
transaksi.
Problem lainnya adalah peran makelar properti.
Developer biasanya menjual properti dengan harga diskon ke broker properti
tanpa akta peralihan hak, hanya kuasa menjual. Sehingga belum terkena pajak,
walaupun sudah ada pembayaran dari broker kepada developer.
Proses ini bisa berulang sampai ke beberapa broker,
nantinya akta jual beli dibuat pembeli terakhir dengan developer. Lubang hukum
juga dengan modus penyewaan properti, umumnya strata title building, dalam
jangka panjang antara 75-99 tahun.
Dengan dalih penyewaan, akibatnya tidak ada akta jual
beli sehingga pembeli bebas pajak dan developer tidak perlu membayar PPN dan
PPh. Padahal setelah 75 tahun, apartemen/rumah susun akan dirobohkan karena
sudah tua dan berbahaya.
Ketua umum Asosiasi Real Estat Broker Indonesia (Arebi)
Tirta Setiawan mengatakan pemerintah harus segera menciptakan kepastian hukum
dalam bisnis broker properti, mengingat kondisinya sudah mengkhawatirkan karena
di kalangan broker sudah terjadi "main kayu" (kecurangan).
"Upaya melalui kode etik broker, ternyata tidak
membuat 'kekacauan' dalam industri broker properti lantas punah," katanya.
Menghadapi berbagai kecurangan yang dilakukan oleh para
penjual maupun pembeli properti guna mengecilkan pajak yang harus dibayar,
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak A. Fuad Rahmany berjanji untuk menindak tegas
kecurangan tersebut.
"Kita fokus memajaki properti pada akhir semester
ini," ujar Dirjen Pajak, A. Fuad Rahmany (27/5/2013). "Saya akan
melakukan pemeriksaan berskala besar dan saya akan menyisir semua sektor
(termasuk properti)," tegasnya.
Ditulis kembali dari artikel "Tax evasion
pajak properti" oleh Anandita Budi Suryana, Pegawai
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.
analisis dari sudut pandang etika bisnis: Penghindaran
pajak atau perlawanan terhadap
pajak adalah hambatan-hambatan yang terjadi dalam pemungutan pajak sehingga
mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas perusahaan maupun negara
sumber:
Korupsi di Indonesia dan Hubungannya dengan Etika Bisnis
Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang
bermakna busuk,rusak, menggoyahkan,
memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisimaupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan
itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan
kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan
sepihak
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara
garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
·
perbuatan
melawan hukum,
·
penyalahgunaan
kewenangan, kesempatan, atau sarana,
·
memperkaya
diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
·
merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan
semuanya, adalah
·
memberi
atau menerima hadiah atau janji (penyuapan),
·
penggelapan
dalam jabatan,
·
pemerasan
dalam jabatan,
·
ikut
serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan
·
menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah
penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk
pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi
berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan
dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat
yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh
para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun
tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa
berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering
memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan
prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk
mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan
antara korupsi dan kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada
perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada
juga yang tidak legal di tempat lain.
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan
yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena
kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi
dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena
penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos
(niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan
bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru
dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi
juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki
koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan
perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan
mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan
upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek
masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan
lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat
keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga
mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan
tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu
faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia,
terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang
menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri,
bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar
bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss).
Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari
semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan,
melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970
sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah
US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. (Hasilnya,
dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya
dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson).
Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan
juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah
lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat
untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di
masa depan.
Etika bisnis merupakan cara untuk
melakukan kegiatan bisnis,
yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga
masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma
dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan
sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah
bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan
yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan
peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh
karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk
melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur,
transparan dan sikap yang profesional.
Tiga pendekatan dasar dalam merumuskan tingkah laku etika
bisnis, yaitu :
·
Utilitarian
Approach : setiap tindakan harus didasarkan pada konsekuensinya. Oleh
karena itu, dalam bertindak seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat
memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak
membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
·
Individual
Rights Approach : setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya memiliki hak
dasar yang harus dihormati. Namun tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus
dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak
orang lain.
·
Justice
Approach : para pembuat keputusan mempunyai kedudukan yang sama, dan
bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan baik secara perseorangan
ataupun secara kelompok.
Etika bisnis yang harus dipahami dan dilakukan para
profesional, antara lain
·
Sebutkan
nama lengkap
Dalam situasi berbisnis, mitra sebaiknya menyebutkan nama
lengkap saat berkenalan. Namun jika namanya terlalu panjang atau sulit
diucapkan, akan lebih baik jika sedikit menyingkat.
·
Berdirilah
saat memperkenalkan diri
Berdiri saat mengenalkan diri akan menegaskan kehadiran
mitra. Jika kondisinya tidak memungkinkan untuk berdiri, setidaknya mundurkan
kursi, dan sedikit membungkuk agar orang lain menilai positif kesopanan motra.
·
Ucapkan
terima kasih secukupnya
Dalam percakapan bisnis dengan siapapun, bos atau mitra
perusahaan, hanya perlu mengucapkan terima kasih satu atau dua kali. Jika
mengatakannya berlebihan, orang lain akan memandang kalau mitranya sangat
memerlukannya dan sangat perlu bantuan.
·
Kirim
ucapan terima kasih lewat email setelah pertemuan bisnis
Setelah mitra menyelesaikan pertemuan bisnis, kirimkan
ucapan terima kasih secara terpisah ke email pribadi rekan bisnis Anda.
Pengiriman lewat email sangat disarankan, mengingat waktu tibanya akan lebih
cepat.
·
Jangan
duduk sambil menyilang kaki
Tak hanya wanita, pria pun senang menyilangkan kakinya
saat duduk. Namun dalam kondisi kerja, posisi duduk seperti ini cenderung tidak
sopan. Selain itu, posisi duduk seperti ini dapat berdampak negatif pada
kesehatan.
·
Tuan
rumah yang harus membayar
Jika mengundang rekan bisnis untuk makan di luar, maka
sang mitralah yang harus membayar tagihan. Jika sang mitra seorang perempuan,
sementara rekan bisnis atau klien, laki-laki, ia tetap harus menolaknya. Dengan
mengatakan bahwa perusahaan yang membayarnya, bukan uang pribadi.
Hubungan antara etika bisnis dan korupsi
Hubungan antara etika bisnis dengan korupsi yaitu praktek korupsi yang
banyak terjadi merupakan salah satu dari pelanggaran etika bisnis.Etika
bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip
dan aturan-aturan. Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa
praktek korupsi adalah tindakan tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan
bisnis yang tidak berlaku jujur, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun
pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral.
Contoh
kasus korupsi
Suap Alih Fungsi Hutan Al
Amin Divonis Delapan Tahun Penjara Hakim juga mengharuskan Al Amin membayar
denda Rp 250 juta subsider enam bulan penjara.
Senin, 5 Januari 2009
VIVAnews - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis selama delapan tahun penjara terhadap Al Amin Nasution. Al Amin terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
"Terbukti melakukan tindak pidana korupsi," kata Ketua Majelis Hakim Edward Pattinasarani saat membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin 5 Januari 2009. Hakim juga mengharuskan Al Amin membayar denda Rp 250 juta subsider enam bulan penjara.
Putusan majelis hakim ini jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Pada Pada 10 Desember 2008, Jaksa Penuntut Umum menuntut Al Amin 15 tahun penjara. Al Amin juga harus membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan serta mengembalikan uang yang dinikmati sebesar Rp 2,957 miliar.
Jaksa menjerat Al Amin dengan Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf e, dan Pasal 11 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal pemerasan bagi Amin Jaksa kenakan pada kasus proyek pengadaan alat komunikasi GPS (Global Positioning System) Departemen Kehutanan
Senin, 5 Januari 2009
VIVAnews - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan vonis selama delapan tahun penjara terhadap Al Amin Nasution. Al Amin terbukti melakukan tindak pidana korupsi.
"Terbukti melakukan tindak pidana korupsi," kata Ketua Majelis Hakim Edward Pattinasarani saat membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin 5 Januari 2009. Hakim juga mengharuskan Al Amin membayar denda Rp 250 juta subsider enam bulan penjara.
Putusan majelis hakim ini jauh lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum. Pada Pada 10 Desember 2008, Jaksa Penuntut Umum menuntut Al Amin 15 tahun penjara. Al Amin juga harus membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan serta mengembalikan uang yang dinikmati sebesar Rp 2,957 miliar.
Jaksa menjerat Al Amin dengan Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf e, dan Pasal 11 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal pemerasan bagi Amin Jaksa kenakan pada kasus proyek pengadaan alat komunikasi GPS (Global Positioning System) Departemen Kehutanan
Akil Mochtar tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) pada Rabu (2/10/13) bersama dengan anggota DPR, Chairun Nisa, dan
seorang pengusaha bernama Cornelis. Dari rumah Akil Mochtar, KPK menyita uang
sebesar Rp 3 miliar dan tiga buah mobil mewah miliknya. Uang dan mobil tersebut
diduga merupakan uang suap terkait dengan pengurusan sengketa pemilihan kepala
daerah di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, dan di Lebak, Banten.
Kasus
suap yang melibatkan petinggi hukum, yakni Akil Mochtar, menimbulkan banyak
reaksi, baik dari para pejabat tinggi negara hingga masyarakat. Semua orang
seperti tidak menyangka bahwa seseorang yang dianggap sangat mengerti hukum,
kemudian melakukan tindakan korupsi. “Ketua Mahkamah Konstitusi seharusnya
lebih mengerti tentang hukum, tetapi malah korupsi,” ujar
Indah, mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta. Banyak pihak yang menyayangkan
tindakan korupsi yang dilakukan oleh Akil Mochtar ini. Rasa kecewa pun muncul
dari berbagai kalangan. “Dia (Akil Mochtar) sudah memegang jabatan tinggi,
kalau dia saja yang jabatannya tinggi terlibat korupsi, bagaimana dengan
bawahannya,” sambung Indah.
Tersandungnya
Akil Mochtar dalam kasus suap sengketa pilkada ini, membuat kita paham bahwa
korupsi bisa terjadi pada siapa saja, tidak terkecuali bagi orang yang sangat
mengerti tentang hukum di Indonesia sekalipun. Oleh karena itu, penegakkan
hukum dan sanksi tegas untuk para koruptor perlu diberlakukan tanpa pandang
bulu, agar negara Indonesia bisa jauh lebih baik tanpa ada koruptor berkeliaran.
Sumber :
Corporate Social Responsibility (Tanggung jawab Sosial Perusahaan)
Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate
Social Responsibility
adalah
suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun bukan hanya) perusahaan
adalah memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku
kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen,
karyawan,
pemegang
saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional perusahaan yang
mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, CSR
berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", di
mana suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya
harus mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek
ekonomi, misalnya tingkat keuntungan atau deviden,
melainkan juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari
keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih
panjang. Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi
perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen
dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap
seluruh pemangku kepentingannya.
ini yang menjadi perhatian terbesar dari peran perusahaan
dalam masyarakat telah ditingkatkan yaitu dengan peningkatan kepekaan dan
kepedulian terhadap lingkungan dan masalah etika. Masalah seperti perusakan
lingkungan, perlakuan tidak layak terhadap karyawan, dan cacat produksi yang
mengaibatkan ketidak nyamanan ataupun bahaya bagi konsumen adalah menjadi
berita utama surat kabar.
Peraturan
pemerintah
pada beberapa negara
mengenai lingkungan hidup dan permasalahan sosial
semakin tegas, juga standar dan hukum seringkali dibuat hingga melampaui batas kewenangan
negara pembuat peraturan (misalnya peraturan yang dibuat oleh Uni Eropa.
Beberapa investor
dan perusahaam manajemen investasi telah mulai memperhatikan
kebijakan CSR dari Surat perusahaan dalam membuat keputusan investasi mereka,
sebuah praktek yang dikenal sebagai "Investasi bertanggung jawab sosial"
(socially responsible investing).
Banyak pendukung CSR yang memisahkan
CSR dari sumbangan sosial dan "perbuatan baik" (atau kedermawanan
seperti misalnya yang dilakukan oleh Habitat for Humanity atau Ronald McDonald House),
namun sesungguhnya sumbangan sosial merupakan bagian kecil saja dari CSR.
Perusahaan di masa lampau seringkali mengeluarkan uang untuk proyek-proyek komunitas,
pemberian beasiswa
dan pendirian yayasan sosial. Mereka juga seringkali menganjurkan dan mendorong
para pekerjanya untuk sukarelawan (volunteer) dalam mengambil bagian
pada proyek komunitas sehingga menciptakan suatu itikad baik di mata komunitas
tersebut yang secara langsung akan meningkatkan reputasi perusahaan serta
memperkuat merek
perusahaan. Dengan diterimanya konsep CSR, terutama triple bottom line,
perusahaan mendapatkan kerangka baru dalam menempatkan berbagai kegiatan sosial
di atas.
Kepedulian kepada masyarakat
sekitar/relasi komunitas dapat diartikan sangat luas, namun secara singkat
dapat dimengerti sebagai peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam
sebuah komunitas melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi
dan komunitas. CSR bukanlah sekedar kegiatan amal, di mana CSR mengharuskan
suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-sungguh memperhitungkan
akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini
mengharuskan perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam
pemangku kepentingan eksternal dengan kepentingan pemegang saham, yang
merupakan salah satu pemangku kepentingan internal.
"dunia bisnis, selama setengah abad terakhir, telah
menjelma menjadi institusi paling berkuasa di atas planet ini. Institusi yang
dominan di masyarakat manapun harus mengambil tanggung jawab untuk kepentingan
bersama....setiap keputusan yang dibuat, setiap tindakan yang diambil haruslah
dilihat dalam kerangka tanggung jawab tersebut
Sebuah definisi yang luas oleh World
Business Council for Sustainable Development (WBCSD) yaitu suatu
asosiasi global yang terdiri dari sekitar 200 perusahaan yang secara khusus
bergerak di bidang "pembangunan berkelanjutan" (sustainable development) yang
menyatakan bahwa:
" CSR merupakan suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia
usaha untuk bertindak etis dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi
dari komunitas setempat atau pun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan
taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarganya"..
Pelaporan
dan pemeriksaan
Untuk menunjukkan bahwa perusahaan
adalah warga dunia bisnis yang baik maka perusahaan dapat membuat pelaporan
atas dilaksanakannya beberapa standar CSR termasuk dalam hal:
- Akuntabilitas atas standar AA1000 berdasarkan laporan sesuai standar John Elkington yaitu laporan yang menggunakan dasar triple bottom line (3BL)
- Global Reporting Initiative, yang mungkin merupakan acuan laporan berkelanjutan yang paling banyak digunakan sebagai standar saat ini.
- Verite, acuan pemantauan
- Laporan berdasarkan standar akuntabilitas sosial internasional SA8000
- Standar manajemen lingkungan berdasarkan ISO 14000
Di beberapa negara dibutuhkan
laporan pelaksanaan CSR, walaupun sulit diperoleh kesepakatan atas ukuran yang
digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dalam aspek sosial. Smentara aspek
lingkungan--apalagi aspek ekonomi--memang jauh lebih mudah diukur. Banyak
perusahaan sekarang menggunakan audit eksternal guna memastikan kebenaran laporan tahunan
perseroan yang mencakup kontribusi perusahaan dalam pembangunan berkelanjutan, biasanya diberi
nama laporan CSR atau laporan keberlanjutan. Akan tetapi laporan tersebut
sangat luas formatnya, gayanya dan metodologi evaluasi yang digunakan (walaupun
dalam suatu industri yang sejenis). Banyak kritik mengatakan bahwa laporan ini
hanyalah sekadar "pemanis bibir" (suatu basa-basi), misalnya saja
pada kasus laporan tahunan CSR dari perusahaan Enron dan juga
perusahaan-perusahaan rokok. Namun, dengan semakin berkembangnya konsep CSR dan
metode verifikasi laporannya, kecenderungan yang sekarang terjadi adalah
peningkatan kebenaran isi laporan. Bagaimanapun, laporan CSR atau laporan
keberlanjutan merupakan upaya untuk meningkatkan akuntabilitas perusahaan di
mata para pemangku kepentingannya.
Alasan
terkait bisnis (business case)
untuk CSR
Skala dan sifat keuntungan dari CSR
untuk suatu organisasi dapat berbeda-beda tergantung dari sifat perusahaan
tersebut. Banyak pihak berpendapat bahwa amat sulit untuk mengukur kinerja CSR,
walaupun sesungguhnya cukup banyak literatur yang memuat tentang cara
mengukurnya. Literatur tersebut misalnya metode "Empat belas poin balanced scorecard oleh Deming. Literatur lain
misalnya Orlizty, Schmidt, dan Rynes
yang menemukan suatu korelasi positif walaupun lemah antara kinerja sosial dan
lingkungan hidup dengan kinerja keuangan perusahaan. Kebanyakan penelitian yang
mengaitkan antara kinerja CSR (corporate
social performance) dengan kinerja finansial perusahaan (corporate financial performance)
memang menunjukkan kecenderungan positif, namun kesepakatan mengenai bagaimana
CSR diukur belumlah lagi tercapai. Mungkin, kesepakatan para pemangku
kepentingan global yang mendefinisikan berbagai subjek inti (core subject) dalam ISO 26000
Guidance on Social Responsibility--direncanakan terbit pada September
2010--akan lebih memudahkan perusahaan untuk menurunkan isu-isu di setiap
subjek inti dalam standar tersebut menjadi alat ukur keberhasilan CSR.
Hasil Survey "The Millenium
Poll on CSR" (1999) yang dilakukan oleh Environics International
(Toronto), Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader
Forum (London) di antara 25.000 responden dari 23 negara menunjukkan bahwa
dalam membentuk opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis,
praktik terhadap karyawan, dampak terhadap lingkungan, yang merupakan bagian
dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan. Sedangkan
bagi 40% lainnya, citra perusahaan & brand
image-lah yang akan paling memengaruhi kesan mereka. Hanya 1/3 yang
mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental seperti faktor
finansial, ukuran perusahaan,strategi perusahaan, atau manajemen.
Lebih lanjut, sikap konsumen
terhadap perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin
"menghukum" (40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan
yang bersangkutan dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan
perusahaan tersebut.
Secara umum, alasan terkait bisnis
untuk melaksanakan biasanya berkisar satu ataupun lebih dari argumentasi di
bawah ini:
Sumberdaya
manusia
Program CSR dapat berwujud
rekruitmen tenaga kerja dan memperjakan masyarakat sekitar. Lebih jauh lagi CSR
dapat dipergunakan untuk menarik perhatian para calon pelamar pekerjaan ,
terutama sekali dengan adanya persaingan kerja di antara para lulusan. Akan
terjadi peningkatan kemungkinan untuk ditanyakannya kebijakan CSR perusahaan,
terutama pada saat perusahaan merekruit tenaga kerja dari lulusan terbaik yang
memiliki kesadaran sosial dan lingkungan. Dengan memiliki suatu kebijakan
komprehensif atas kinerja sosial dan lingkungan, perusahaan akan bisa menarik
calon-calon pekerja yang memiliki nilai-nilai progresif. CSR dapat juga
digunakan untuk membentuk suatu atmosfer kerja yang nyaman di antara para staf,
terutama apabila mereka dapat dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang mereka
percayai bisa mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas, baik itu bentuknya
"penyisihan gaji", "penggalangan dana" ataupun kesukarelawanan
(volunteering) dalam bekerja
untuk masyarakat.
Manajemen
risiko
Manajemen
risiko merupakan salah satu hal paling penting dari strategi
perusahaan. Reputasi yang dibentuk
dengan susah payah selama bertahun-tahun dapat musnah dalam sekejap melalui
insiden seperti skandal korupsi atau tuduhan melakukan perusakan lingkungan
hidup. Kejadian-kejadian seperti itu dapat menarik perhatian yang
tidak diinginkan dari penguasa, pengadilan, pemerintah dan media massa.
Membentuk suatu budaya kerja yang "mengerjakan sesuatu dengan benar",
baik itu terkait dengan aspek tata kelola perusahaan, sosial, maupun
lingkungan--yang semuanya merupakan komponen CSR--pada perusahaan dapat mengurangi
risiko terjadinya hal-hal negatif tersebut.
Membedakan
merek
Di tengah hiruk pikuknya pasar maka
perusahaan berupaya keras untuk membuat suatu cara penjualan yang unik sehingga
dapat membedakan produknya dari para pesaingnya di benak konsumen. CSR dapat
berperan untuk menciptakan loyalitas konsumen atas dasar nilai khusus dari
etika perusahaan yang juga merupakan nilai yang dianut masyarakat.. Menurut
Philip Kotler dan Nancy Lee, setidaknya ada dua jenis kegiatan CSR yang bisa
mendatangkan keuntungan terhadap merek, yaitu corporate social marketing (CSM) dan cause related marketing (CRM). Pada CSM, perusahaan memilih satu
atau beberapa isu--biasanya yang terkait dengan produknya--yang bisa disokong
penyebarluasannya di masyarakat, misalnya melalui media campaign. Dengan terus menerus mendukung isu tersebut, maka
lama kelamaan konsumen akan mengenali perusahaan tersebut sebagai perusahaan
yang memiliki kepedulian pada isu itu. Segmen tertentu dari masyarakat kemudian
akan melakukan pembelian produk perusahaan itu dengan pertimbangan kesamaan
perhatian atas isu tersebut. CRM bersifat lebih langsung. Perusahaan menyatakan
akan menyumbangkan sejumlah dana tertentu untuk membantu memecahkan masalah
sosial atau lingkungan dengan mengaitkannya dengan hasil penjualan produk
tertentu atau keuntungan yang mereka peroleh. Biasanya berupa pernyataan rupiah
per produk terjual atau proporsi tertentu dari penjualan atau keuntungan.
Dengan demikian, segmen konsumen yang ingin menyumbang bagi pemecahan masalah
sosial dan atau lingkungan, kemudian tergerak membeli produk tersebut. Mereka
merasa bisa berbelanja sekaligus menyumbang. Perusahaan yang bisa
mengkampanyekan CSM dan CRM-nya dengan baik akan mendapati produknya lebih
banyak dibeli orang, selain juga mendapatkan citra sebagai perusahaan yang
peduli pada isu tertentu.
Ijin
usaha
Perusahaan selalu berupaya agar
menghindari gangguan dalam usahanya melalui perpajakan atau peraturan.
Dengan melakukan sesuatu 'kebenaran" secara sukarela maka mereka akan
dapat meyakinkan pemerintah dan masyarakat luas bahwa mereka sangat serius
dalam memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan, diskriminasi atau
lingkungan hidup maka dengan demikian mereka dapat menghindari intervensi.
Perusahaan yang membuka usaha diluar negara asalnya dapat memastikan bahwa
mereka diterima dengan baik selaku warga perusahaan yang baik dengan
memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja dan akibat terhadap lingkungan hidup,
sehingga dengan demikian keuntungan yang menyolok dan gaji dewan direksinya yang
sangat tinggi tidak dipersoalkan.
Motif
perselisihan bisnis
Kritik atas CSR akan menyebabkan
suatu alasan dimana akhirnya bisnis perusahaan dipersalahkan. Contohnya, ada
kepercayaan bahwa program CSR seringkali dilakukan sebagai suatu upaya untuk
mengalihkan perhatian masyarakat atas masalah etika dari bisnis utama
perseroan.
Manfaat dan Keuntungan Corporate Social Responsibility bagi Perusahaan
Dengan melakukan kegiatan CSR, konsumen dapat lebih mengenal perusahaan sebagai perusahaan yang selalu melakukan kegiatan yang baik bagi masyarakat.
2. Memperkuat “Brand” Perusahaan
Melalui kegiatan memberikan product knowledge kepada konsumen dengan cara membagikan produk secara gratis, dapat menimbulkan kesadaran konsumen akan keberadaan produk perusahaan sehingga dapat meningkatkan posisi brand perusahaan
3. Mengembangkan Kerja Sama dengan Para Pemangku Kepentingan
Dalam melaksanakan kegiatan CSR, perusahaan tentunya tidak mampu mengerjakan sendiri, jadi harus dibantu dengan para pemangku kepentingan, seperti pemerintah daerah, masyarakat, dan universitas lokal. Maka perusahaan dapat membuka relasi yang baik dengan para pemangku kepentingan tersebut.
4. Membedakan Perusahaan dengan Pesaingnya
Jika CSR dilakukan sendiri oleh perusahaan, perusahaan mempunyai kesempatan menonjolkan keunggulan komparatifnya sehingga dapat membedakannya dengan pesaing yang menawarkan produk atau jasa yang sama.
5. Menghasilkan Inovasi dan Pembelajaran untuk Meningkatkan Pengaruh Perusahaan
Memilih kegiatan CSR yang sesuai dengan kegiatan utama perusahaan memerlukan kreativitas. Merencanakan CSR secara konsisten dan berkala dapat memicu inovasi dalam perusahaan yang pada akhirnya dapat meningkatkan peran dan posisi perusahaan dalam bisnis global.
6. Membuka Akses untuk Investasi dan Pembiayaan bagi Perusahaan
Para investor saat ini sudah mempunyai kesadaran akan pentingnya berinvestasi pada perusahaan yang telah melakukan CSR. Demikian juga penyedia dana, seperti perbankan, lebih memprioritaskan pemberian bantuan dana pada perusahaan yang melakukan CSR.
7. Meningkatkan Harga Saham
Pada akhirnya jika perusahaan rutin melakukan CSR yang sesuai dengan bisnis utamanya dan melakukannya dengan konsisten dan rutin, masyarakat bisnis (investor, kreditur,dll), pemerintah, akademisi, maupun konsumen akan makin mengenal perusahaan. Maka permintaan terhadap saham perusahaan akan naik dan otomatis harga saham perusahaan juga akan meningkat.
Perusahaan yang menerapkan CSR
PLN telah “berkomitmen menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, mengupayakan tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi dan menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan”, PLN bertekad menyelaraskan pengembangan ketiga aspek dalam penyediaan listrik, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Untuk itu, PLN mengembangkan Program Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai wujud nyata dari Tanggungjawab Sosial Perusahaan.Sekarang sumber air su dekat Beta sonde terlambat lagi” Begitulah sepenggal kalimat yang meluncur dari mulut seorang anak laki laki berkulit hitam manis di Papua. Iklan milik Danone Aqua ini kita jumpai pada tahun 2009, sebagai bukti pelaporan kepada masyarakat bahwa Aqua telah melakukan suatu bentuk program kepeduliannya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar (NTT).
Program Coorporate Social Responsibility (CSR) adalah suatu bentuk wajib yang telah ditetapkan oleh pemerintah sejak tahun 2007, pasal 74 ayat 1 disebutkan bahwa “Perseroan Terbatas yang menjalankan usaha dibidang bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan”. Peraturan tentang CSR yang lebih terperinci tertuang dalam UU yang dijabarkan lebih jauh oleh Peraturan Menteri Negara BUMN No:Per-07/MBU/2007
Sebagai bentuk komitmen Indosat dalam
meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat, Indosat telah melaksanakan
berbagai progam yang kami harapkan dapat meningkatkan kehidupan
masyarakat Indonesia untuk menjadi lebih baik.
Corporate Social Responsibility yang
Indosat lakukan tidak terbatas hanya pada pengembangan dan peningkatan
kualitas masyarakat pada umumnya, namun juga menyangkut tata kelola
perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Kepedulian terhadap
pelanggan, pengembangan Sumber Daya Manusia, mengembangkan Green
Environment serta memberikan dukungan dalam pengembangan komunitas dan
lingkungan sosial. Setiap fungsi yang ada, saling melengkapi demi
tercapainya CSR yang mampu memenuhi tujuan Indosat dalam menerapkan ISO
26000 di perusahaan.
sumber:
- http://id.wikipedia.org/wiki/Tanggung_jawab_sosial_perusahaan
- http://tiussuit.wordpress.com/2013/02/22/perusahaan-yang-menerapkan-csr/
Subscribe to:
Posts (Atom)